Pelukis Kite - ZUL MS

0 Comments »

Lahir di Pontianak 35 tahun yang silam. Sejak di bangku Taman Kanan-kanak keinginan melukisnya sudah terbaca oleh kedua orang tuanya M Sanie dan Dahniar. Berbagai kemudahan dan fasilitas diupayakan pasangan ini agar putra kelima-nya dapat menyalurkan ekspresi gambarnya kala itu.

Kertas, papan tulis dan berbagai alat gambar selalu tersedia di rumah. Meski orang tuanya hanya pegawai negeri rendahan…namun iklim yang kondusif dalam rumah, modal besar pengembangkan “talenta” bagi zul ms kemudian hari.

Ketika Sekolah Dasar…zul yang masih tetap asyik dengan gambar-menggambarnya diarahkan agar mendapat bimbingan di Taman Budaya(Teater Tertutup-Red). Pembimbingnya kala itu Bapak Djohni Mohasz, Idris Zawawi(Alm), berpengaruh sangat besar sekali membentuk cetakan talenta ke arah sasaran.

Djohni Mohasz, alumni Seni Rupa ITB benar-benar membentuk zul menyatu tumbuh berkembang pada gairah seni yang utuh. SD, SMP…zul semakin tak bisa lepas dan begitu menyatu dengan sang “Ayah”(Djohni Mohasz), panggilan zul pada pembimbingnya yang dirasakan bagai ayahnya sendiri.

SMA…tumbuhlah zul menjadi pelajar yang memiliki kemampuan melukis. Berbagai prestasi-pun diraih dalam kejuaraan lomba lukis. Prestasi gemilang ia raih ketika mendapat support 200% dari kedua orang tuanya untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Seni di Yogyakarta tahun 1990.

Malang melintang ia geluti mencari tahu pengetahuan seni lukis di Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Tahun 1999…setelah merampungkan studinya, kembali ke tanah kelahiranya Pontianak, mencoba bergeliat membangkitkan kembali seni lukis di Pontianak kala itu.

Gairahnya memuncak…”Aku ingin menjelajahi setiap jengkal tanah kelahiranku”. Bukan zul namanya kalau sudah berucap pantang surut di tarik kata…Kata bisa bicara lebih, tetapi satu langkah akan lebih ber-Arti. Rentang waktu berjalan seluruh wilayah Kabupaten di Kalbar telah ia jelajahi bersama karya-karya “on the spot”(melukis langsung di alam) yang lahir dari setiap perjalananya. Kota, desa, hutan, bukit, gunung, lembah, sungai, laut, danau, pantai, flora, fauna, tradisi, budaya semua tercatat dalam goresan-goresan karya seiring tetesan nafasnya.

Cat air,minyak, krayon, tinta menjadi catatan yang tergores dari setiap langkah adventure-nya. Obsesinya ingin merangkum itu semua menjadi bundelan buat kenangan karya perjalanan hidupnya di bumi khatulistiwa.

Ia benar-benar masuk ke relung belantara alam Kalimantan dan “bersetubuh” dengan aroma alamnya untuk dapat menuangkan ke atas kanvas. Berhari, minggu bahkan bulan terkadang ia berada di “alam” ntuk menyelami makna alam itu sendiri. Beratap langit beribu bintang, berhembus angin menyelimuti malam.

Berterik mentari saat gelombang datang, bernyanyikan suara alam yang menetes di antara rerimbun belantara nan menyejukan kalbu. Mentari pagi memberi harapan, menyongsong senja yang mendamaikan.

Buih putih di haluan…gemercik membelah biru. Hamparan hijau memagari, dalam barisan bentang alam. Ada damai disana…yang memberi kenyamanan. Tiada kata menyamai…makna terasa di relung kalbu.

Kuasa Illahi…waktu berganti, memberi makna kehidupan. Walau-pun jauh … ta’kan hina dari kalbu (syair lagu…). Segala kisah ada di mata…bukan hanya fenomena, tapi nyata adanya.

Teman-teman dari berbagai kalangan banyak membantu untuk mewujudkan obsesinya itu. Ribuan sketsa mebentang seiring langkah desah nafasnya... entah bermakna atau tidak waktu yang akan bicara.

Bergaya “impres-ekspresionis” dilihat dari caranya menuangkan tube-tube dan goresan sapuan kuas pada bidang gambar, tampak energi besar yang ada dalam benaknya. Ada juga karya-karyanya yang bergaya realis, atau gabungan keduanya. Sepertinya Zul tidak terlalu mempersoalkan bagaimanapun gayanya ketika “birahi” saat melukis.

PERJALANAN KARYA

0 Comments »

Langkah Awal

Permulaan jalan sebagai langkah yang menelusuri rute panjang yang akan dimulai dari mana awal atau akhirnya. Semua terus bergerak seiring arah langkah yang menggiring ayun kedepan.

Entah dari hilir atau hulu, yang terpenting sekarang berada dimana sekarang. Ke kiri atau kanan, yang penting tetap bergerak untuk terus berdenyut seiring langkah dan jantung yang terus berdetak tak peduli siang atau malam. Kecuali memang sudah masa akhirnya.

Masih terasa sepi, namun semangat terus membara membuat langkah terus berjalan dari satu tempat ke tempat yang lain. Peralatan dan bahan menjadi amunisi yang terus berkurang dan menambah lembar demi lembar karya.

Modal semangat untuk melangkah dan pengetahuan dasar sebagai nyali untuk diuji cobakan dengan realita dan harapan kedepan. Teman, pertemanan menjadi rajutan yang menjadi simpul untuk sebuah bentangan yang memiliki makna sebagai sejarah dalam perjalanan hidup. Mengkristal, dalam guratan yang memadupadankan helai demi helai yang solid. Seperti gumpalan arti dalam hakekat makna yang terus bergulir.

Ini lah kenyataan dari sebuah langkah..Aku hanya mengambil peran, dan coba turuti kearah mana langkah tujuan. Kembali dari kawah candra dimuka. Muka seperti apa wajah tergantung pada bagaimana langkah dijalani dalam mewarnai setiap gerak itu.

Pontianak, disini mulanya. Dari titik nol Kilometer karya coba kugulirkan. Sketsa, lukis, dan entah apa namanya. Apa-pun jadinya kuturuti semua karena waktu yang akan membantu itu semua jadi kisah, cerita atau tidak sama sekali. Pergulatan masa dan segala hal yang ada, jadikan semua bermakna. Panas, hujan, badai sekalipun terus kuhasilkan dan semua itu menjadi ramuan yang memberi bumbu pada aroma adonan setiap peristiwa.

Kekayaan yang ada menjadi terlihat, warna bentuk serta rupa menjadi wujud yang mulai dipahami. Sang waktu masih terus berdetak, di antara ruang yang ada serta pergantian siang dan malam. Serpihan-serpihan menjadi mozaik pada nuansa Zamrud Khatulistiwa. Pesonanya membentuk untaian yang meng-Kayai pesonanya. Keragaman Budaya, panorama, serta karakter kota menjadi kesatuan yang mengikat semua bentuk dari karakter itu semua.

Tahun 1998-1999, perlahan-lahan langkah kuayun dengan segala perasaan yang ada. Terus, terus dan terus hingga kuterbawa entah kemana. Pergulatan terus kulewati antara perjuagan pergolakan atau pelarian. Ini adalah langka, dan aku tetap harus terus bergerak mengisi sela-sela rongga lorong waktu yang ada. Tanpa berkarya, artinya waktu itu adalah sia-sia. Sama hal aku tak berdetak seperti nadi yang terasa di ujung tangan.

Tanganku gerakkan seiring gerak lirik mata yang menangkap setiap hal sebagai bagian cerita dari kisah hari ini. Sebagai bahan kisah hari esok dan untuk nantinya.

Ada hal yang kurasa ketika goresan itu menjadi makna, tetapi ini menjadi motifasi yang sangat membekas dan begitu berarti pada langkah selanjutnya.

Sepulang sekolah atau waktu di sekolah, pengalaman menggambar jadi pelajaran yang sangat asyik dan mengesankan. Tinggal di lingkungan sekolahan membuatku menjadi mudah untuk mendapatkan kapur tulis, sepulang jam sekolahan kesempatan bagiku untuk membuat gambar-gambar sepanjang-panjang dan seluas lantai gedung sekolahan dengan semua cerita-cerita yang ada di pikiranku ketika itu.

Masih kuingat bagaimana aku menggambarkan beberapa teman sepermainan sedang main kelereng. Hampir penuh kertas yang tergambar karena kelerengnya bertebaran kesana-kemari. Tanpa berbaju ingat betul saat itu aku baru kelas satu SD dan baru pulang sekolah sambil menunggu hilangnya keringat, kusempatkan untuk menggambarkan yang terlintas dikertas gambar yang selalu tersedia di rumah.

Kerap kali juga kugambarkan kembali lukisan Bapak yang terpampang di dinding kamar. Sepulang Bapak dari kantor, bergegas kuperlihatkan hasil gambarku..dan Bapak selalu memberi nilai pada kertas gambarku. Besoknya ku ulang lagi… he3x

Lain di rumah, memang papan tulis telah tersedia dan kertas gambar. Itu semua menjadi bagian masa kecilku yang kini menjadi manis dan tak terlupakan dalam kenangan.

Apresiasi yang menunjang untuk berkembang pada masa itu yang mampu menjembatani semua keinginan yang ada. Dukungan yang ada menjadi support dalam perkembangan kedepan.

Bakat itu terus tumbuh seiring masa-masa jenjang pendidikan yang dilewati. Sebelum usai pendidikan dasar, aku yang masih termotifasi dengan gambar menggambar didorong untuk mendapatkan bimbingan melukis.

Prestasi demi prestasi kuraih hingga kependidikan menengah atas. Keputusan besar untuk melanjutkan ke perguruan tinggi seni di jawa semakin sangat membesarkan hatiku.

Pulang dengan emas ditangan kembali ke tanah Borneo, coba terus kuasah dengan rimbunya belantara, panjangnya bentangan sungai-sungai, gelombang pasang laut cina selatan hingga jadi berkilau dalam suguhan yang sedang dipersiapkan.

Berbagai kisah dalam perjalanan yang membenturkan dan memberi pemahaman akan makna setiap arti goresan serta warna alam beserta kehidupanya. Masuk ke relung belantara alam Borneo, menceburkan diri ke-rerimbunan aromanya.

Kalau-pun belum tercium aromanya, tentulah angin kan membawa tebaran sejauh hembusan pada musimnya. Selama mentari masih bersinar taklah ada yang mustahil bisa terjadi di muka bumi ini.

Mengenai Borneo Fine Art Gallery

0 Comments »

Borneo Fine Art Gallery adalah sebuah lembaga yang bergerak dalam bidang seni rupa murni yang ada di Kalimantan Barat.
Berdiri : 15 Maret 2008 di Pontianak.
Pendiri : Zulkiflie, S.Sn (zul_ms)
Alamat : Jalan Camar no 48 Pontianak
Kalimantan Barat-Indonesia
Kontak
Hp : +62813 524 60365
Email : zul_ms24@yahoo.com
Blog : http://galleryborneozulms.blogspot.com/


Visi dan misi :
Membangun, menumbuhkan apresiasi terhadap karya seni rupa, serta meningkatkan kemampuan daya kreasi, cipta-apresiasi dan daya dukung masyarakat terhadap aktifitas seni rupa serta kemajuan seni di Kalimantan Barat.

Program Kerja
Jangka pendek:
Membangun manajemen kelola seni rupa yang mandiri
Membangun ruang apresiasi seni rupa bagi publik selama masa berjalan (Pelajar, Mahasiswa, Umum)
Membangun hubungan( relationship) dengan berbagai pihak baik perseorangan, lembaga atau institusi yang ada di daerah maupun pusat
Jangka menengah:
Berpartisipasi pada setiap event seni rupa baik di dalam maupun di luar Kalimantan Barat
Jangka Panjang:
Berinovasi dalam gerakan apresiasi baik di dalam dan luar negeri